Selasa, 21 Desember 2010

Tentang Pendidikan Karakter

by AKHMAD SUDRAJAT
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan  karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.

Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia negeri maupun swasta.  Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
  1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
  2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
  3. Menunjukkan sikap percaya diri;
  4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
  5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
  6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
  7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
  8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
  9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
  10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
  11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
  12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
  13. Menghargai karya seni dan budaya nasional;
  14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
  15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
  16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
  17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
  18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
  19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
  20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
  21. Memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan  karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

Jalan Terjal Berliku Menggapai Pendidikan

Pemerintah bisa digugat karena masih ada masyarakat miskin yang tak bersekolah.
Isi deklarasi universal hak azasi manusia (HAM) dan UUD 1945 sudah
sangat jelas. Disebutkan, bahwa pendidikan merupakan hak setiap
masyarakat, baik miskin maupun kaya. Artinya, tak ada pembedaan bagi
setiap warga untuk mendapat pendidikan.
Pertanyaannya adalah benarkah hak pendidikan untuk masyarakat
khususnya warga miskin itu sudah terpenuhi semuanya? Sementara, tak
dipungkiri, pendidikan di Indonesia, termasuk di Bandung, masih sangat
mahal dan bahkan sulit terjangkau.
Celakanya lagi, program dan janji pemerintah untuk menggratiskan
sekolah bagi seluruh masyarakat miskin di Kota Bandung, bisa dikatakan
nihil. Pasalnya, semua pihak, baik pejabat di kalangan eksekutif maupun
legislatif Kota Bandung, tak mampu menetapkan kriteria dan alat ukur
bagi siswa miskin dan tak mampu tersebut.
Alasannya, sering kali siswa yang mengaku tidak mampu, ternyata
orang tuanya merokok atau membawa telepon genggam. Padahal, Disdik Kota
Bandung menilai, uang rokok itu sebenarnya bisa digunakan untuk biaya
pendidikan.
Karena itu, untuk memperoleh data tentang siswa tidak mampu, Dinas
Pendidikan Kota Bandung akhirnya meminta data kepada setiap kelurahan
dengan disertai bukti surat keterangan dari RT/RW. Berdasarkan hasil
pendataan itu, jumlah siswa tidak mampu di Bandung diketahui sebanyak
67.250 orang.
Namun lagi-lagi, tidak ada yang bisa memastikan apakah semua siswa
tidak mampu sudah terakomodasi. Misalnya, anak jalanan atau yang tidak
memiliki tempat tinggal tetap sehingga tidak terdata. Benarkah
pendidikan di Bandung sudah merata untuk masyarakat miskin?
Menurut Anggota Komisi D DPRD Kota Bandung, Arif Ramdani, political
will Pemkot Bandung untuk menggratiskan sekolah bagi masyarakat miskin,
masih lemah. Bila undang-undang dan landasan hukum tentang hak
pendidikan sudah jelas menyatakan pendidikan harus merata termasuk
untuk masyarakat miskin maka Pemkot Bandung harus sudah menyiapkan
konsepnya.
Tujuannya, sambung Arif, agar anggaran dan konsep pemantauan
tersebut bisa terpantau. Jangankan untuk memberikan bantuan, pendataan
masyarakat miskin saja sulit dilakukan Pemkot Bandung. ”Ini karena
mereka kesulitan menetapkan kriteria,” ungkap dia pada diskusi terbuka
tentang akses pendidikan untuk warga tidak mampu, Senin (4/6).
Padahal, kata Arif, pendidikan di sekolah dasar (SD) seharusnya
digratiskan. Namun, karena konsep dan anggaran belum memadai, hal itu
tidak terjadi. Meskipun, sambung dia, DPRD sudah mendorong agar
anggaran untuk pendidikan dalam APBD bisa mencapai 20 persen.
Arif mengaku, ada beberapa kendala untuk menciptakan pendidikan
yang murah bahkan gratis bagi masyarakat miskin di Kota Bandung.
Kendala pertama, ada sebagian kepala sekolah menolak konsep sekolah
gratis. Kedua, lemahnya koordinasi di setiap Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD).
Padahal, lanjut Arif menegaskan, seharusnya ada kerja sama di
setiap SKPD untuk mewujudkan program tersebut. Namun yang menjadi
kenyataan sekarang ini masih terjadi saling tarik-menarik kepentingan.
Ia mencontohkan, saat dana pendidikan dialokasikan sebesar 20 persen
banyak dinas lain yang ‘teriak’.
Kendala berikutnya, struktur organisasi tata kerja di Kota Bandung
masih terlalu ‘gemuk’. Kondisi ini, kata Arif, mengakibatkan biaya yang
cukup mahal dan menyebabkan anggaran tidak efisien.
Dampaknya, manajemen anggaran belum tertata dengan baik dan
pengawasan anggaran belum optimal. ”Dana hibah misalnya, alokasinya
kan cukup besar. Padahal, di PP Mendagri tentang anggaran sudah jelas
bahwa yang harus didahulukan adalah kebutuhan yang wajib. Setelah itu,
baru yang lain,” katanya menegaskan.
Pakar Hukum Tata Negara dari Unpad, Indra Prawira, mengatakan
pendidikan merupakan hak azasi bagi semua masyarakat termasuk
masyarakat miskin di Kota Bandung. Kata dia, bila masih ada masyarakat
miskin yang belum bisa sekolah, pemerintah bisa dituntut oleh siapa
pun.
”Kalau sekarang pemerintah mungkin masih aman, belum ada yang
menggugat karena kesadaran hukum masih kurang,” katanya menegaskan.
Namun, sambung Indra, bila kesadaran hukum semua masyarakat sudah
muncul, maka setiap hari pemerintah bisa digugat karena masih ada
masyarakat miskin yang tidak bersekolah.
Menurut Ketua RW 07 Kebon Jeruk, Yayat Kritiawan, setiap penerimaan
siswa baru, selalu ada masyarakat yang meminta surat keterangan tidak
mampu. Bahkan, akhir-akhir ini, masyarakat yang tergolong mampu pun
ikut meminta surat keterangan tidak mampu karena biaya pendidikan
mahal.
Berdasarkan data yang dihimpun Republika, setiap orangtua dari
siswa yang hendak masuk ke jenjang pendidikan setingkat SMP atau SMA,
harus harus mengeluarkan dana sebesar Rp 3-4 juta.
”Kami sering mengalami kendala untuk memberikan surat keterangan
tidak mampu itu. Apalagi, kalau ada masyarakat yang mampu memaksa
diberikan surat keterangan tidak mampu. Kalau pendidikan bisa murah,
pasti tidak akan seperti itu,” ujar Yayat.
Sumber: Republika Online

Saran & Kritik

Asslamua’laikum Wr. Wb.
Apa kabar teman - teman Pelajar di seluruh Indonesia?
Semoga tetap sehat selalu dan tetap semangat!
Bagi teman - teman pelajar yang punya saran & kritik bagi KAPMI atau informasi pelajar saat ini, teman - teman bisa mengisi comments di post ini atau teman-teman juga bisa langsung email ke kapmi_dkijakarta@yahoo.com’
Saran & kritik teman - teman dan juga informasi pelajarnya, kami tunggu secepatnya!!!
Wassalamua’laikum Wr. Wb.

Arti Lambang

  1. Peta Indonesia           : Organisasi ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia
  2. Jabat Tangan             : Organisasi ini didirikan atas dasar ukhkuwah yang tinggi
  3. Buku                         : Organisasi ini diamanahkan keada orang yang memiliki IMTAQ dan IPTEK yang baik
  4. Lingkaran berjaring    : Organisasi ini mempersatukan pelajar muslim Indonesia
  5. Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia : Nama Organisasi
  6. Warna Hijau              : Kedamaian antar pelajar
  7. Warna Putih               : Kesucian hati

Mars KAPMI

Untuk sebuah generasi
Dalam naungan Illahi
Perjuangannya takkan pernah henti
Menegakkan izzah Islam di bumi ini
Untuk generasi rabbani
Jihadnya tak pernah mati
Berlandaskan cinta suci yang sejati
Ukhuwah fillah tumbuh subur abadi
Satukan visi satukan misi
KESATUAN AKSI PELAJAR MUSLIM INDONESIA
Bangun potensi raih prestasi
Bersama kita membangun nusa dan bangsa
Satukan Aksi wujudkan mimpi
Kerahkan semua potensi yang ada di diri
Bangun harapan tuk masa depan
Bersama Allah kita songsong kejayaan

Pengurus Periode 2010/2011

Ketua
- Iyan Idkolah ( SMK N 36 )

Sekretaris Umum
- Iyan Idkolah

Bendahara Umum
- Nurul Imasari ( SMK N 33 )

Badan Usaha Milik Kapmi
- Niedya Octafyanna ( SMA N 110 )

Dept. Pembinaan & Kaderisasi
- Yusuf Nasa'i ( SMK N 36 )
- Reta ( SMK Gunung Jati )

Dept. Humas
- Iyan Idkolah ( SMK N 36 )
- Niedya Octafyanna ( SMA N 110 )

Dept. Sosda
- Yusuf Nasa'i ( SMK N 36 )
- Reta ( SMK Gunung Jati )

Dept. Keputrian
- Aisyah Rahmaniah Rahmadona ( SMK N 12 )

VISI dan MISI KAPMI

Visi
• Menjadi wadah pelajar muslim yang turut mempeloporikepemimpinan dan advokasi (pembelaan) pelajar
Misi:
• membantu mengawasi system pendidikan di Indonesia
• memperjuangkan kepentingan dan hak pelajar
• mengokohkan ikatan hati antar pelajar muslim se-Indonesia
• mewujudkan citra baik pelajar yang bermoral dan berakhlak
• mengembagkan jiwa kepemimpinan yang memilki kualitas imtaq dan iptek yang baik